PDF / CETAK Sinopsis: “Selamat Datang di Masa Depan yang (Sudah) Penuh Sesak”. Bayangkan kita melompat ke tahun 2050. Di beberapa ko...
Sinopsis: “Selamat Datang di Masa Depan yang (Sudah) Penuh Sesak”. Bayangkan kita melompat ke tahun 2050. Di beberapa kota Muslim dunia, antrean di masjid untuk salat Jumat mirip antrean konser K-Pop yang panjang, padat, dan penuh drama. Sementara itu, ruang kelas di sekolah Islam harus berebut udara dengan jumlah murid yang kian menyesakkan. Para guru? Mereka kelelahan, mencoba mengajar generasi Gen-AI dengan proyektor yang kadang lebih sering “istirahat” daripada muridnya. Angka-angka demografi sebenarnya sudah lama berteriak, “Halo, kita bakal banyak banget, lho!” Namun, sebagian dari kita mungkin masih sibuk menenangkan diri dengan mantra klasik: banyak anak, banyak rezeki. Padahal, tanpa rencana matang, rezeki itu bisa cepat berubah jadi beban, terutama dalam urusan pendidikan.
Di sinilah ironi mulai menari. Pendidikan Islam, yang sejak awal diidealkan sebagai mercusuar ilmu dan akhlak, justru terancam jadi korban suksesnya sendiri. Umat bertambah cepat, tapi ruang belajar, guru berkualitas, dan dana pendidikan sering tertinggal jauh di belakang. Kita seperti sedang mengemudikan bus penuh penumpang di jalan menanjak, dengan ban cadangan yang entah di mana.
Buku ini lahir sebagai alarm sekaligus peta jalan. Kita akan menelisik fakta ledakan populasi Muslim global, menguliti strategi perluasan pendidikan, hingga menantang cara lama mengalokasikan sumber daya. Gaya bahasa mungkin sesekali menyengat, karena kadang humor, bahkan yang agak pedas lebih ampuh daripada seribu rapat seremonial. Jadi, selamat datang di Blueprint Pendidikan Islam 2050. Ini bukan sekadar kumpulan teori yang rapi di rak perpustakaan, melainkan undangan untuk menyiapkan ruang, pikiran, dan tindakan sebelum 2050 benar-benar tiba. Pertanyaannya sederhana: mau kita yang menulis masa depan itu, atau hanya jadi catatan kaki di buku sejarah orang lain?
Penerbit: TrenDigital Publishing
